Sunda Wiwitan adalah sebuah agama suku yang berkembang di daerah Jawa Barat. Kepercayaan ini berasal ataupun berakar dari tradisi Sunda kuno. Kepercayaan ini juga mempercayai kekuatan yang dimiliki oleh roh/arwah leluhurnya. Seperti agama-agama suku pada umumnya, Sunda Wiwitan bersifat Animisme dan Dinamisme.
Para penganut Sunda Wiwitan dapat ditemui di beberapa lokasi di Jawa Barat seperti Kampung Naga, Cigugur, Lebak, dll. Dalam buku Carita Parahyangan, kepercayaan ini dikenal dengan nama "Jatisunda". Para penganutnya menyatakan bahwa Sunda Wiwitan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak masa lampau, sebelum masuknya Hinduisme dan Islam ke daerah Jawa Barat.
Kitab suci kepercayaan ini dikenal dengan nama Sanghyang siksakanda ng karesian. Kitab ini berisi pengajaran dan bimbingan moral, pengarahan, serta pelajarannya. Dalam perkembangan selanjutnya, Sunda Wiwitan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang masuk seperti Buddhisme, Hinduisme, dan Islam.
Sunda Wiwitan mempercayai ada sebuah sosok tertinggi, mereka menamai sosok tersebut Sang Hyang Kersa (yang berkuasa/memiliki kuasa) atau Nu Ngersakeun (yang memiliki keinginan). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Sang Hyang Kersa bersemayam di Buana Nyungcung (Surga). Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain-lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.
Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes:
Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes. Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan.
Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa.
Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya:
Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang.
Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini.
Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan Punden Berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain.
Para penganut Sunda Wiwitan dapat ditemui di beberapa lokasi di Jawa Barat seperti Kampung Naga, Cigugur, Lebak, dll. Dalam buku Carita Parahyangan, kepercayaan ini dikenal dengan nama "Jatisunda". Para penganutnya menyatakan bahwa Sunda Wiwitan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak masa lampau, sebelum masuknya Hinduisme dan Islam ke daerah Jawa Barat.
Kitab suci kepercayaan ini dikenal dengan nama Sanghyang siksakanda ng karesian. Kitab ini berisi pengajaran dan bimbingan moral, pengarahan, serta pelajarannya. Dalam perkembangan selanjutnya, Sunda Wiwitan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang masuk seperti Buddhisme, Hinduisme, dan Islam.
Sunda Wiwitan mempercayai ada sebuah sosok tertinggi, mereka menamai sosok tersebut Sang Hyang Kersa (yang berkuasa/memiliki kuasa) atau Nu Ngersakeun (yang memiliki keinginan). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Sang Hyang Kersa bersemayam di Buana Nyungcung (Surga). Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain-lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.
Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes:
- Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas
- Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah
- Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah
Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes. Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan.
Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa.
Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya:
- Welas asih: cinta kasih
- Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan
- Tata krama: tatanan perilaku
- Budi bahasa dan budaya
- Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya
- Rupa
- Adat
- Bahasa
- Aksara
- Budaya
Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang.
Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini.
Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan Punden Berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain.
Komentar
Posting Komentar