Cerita ini saya adaptasi dari sebuah kisah yang memang terjadi. Saya dedikasikan cerita ini kepada semua orang yang "termakan" dan "dimakan" dengan informasi-informasi salah yang disampaikan seseorang.
Pada suatu hari di sebuah lembaga pendidikan, ada seorang muda yang ingin sekali berpartisipasi dalam sebuah acara yang diadakan institusi tersebut. Seorang penyelenggara yang menjadi pemimpin acara tersebut mengijinkannya untuk mengambil bagian dalam acara tersebut bersama beberapa rekan lainnya. Namun, ia memiliki sebuah ambisi lebih, mungkin menjadi koordinator ataupun pengatur siapa saja yang harus berpartisipasi dalam event tersebut. Ia sangat ingin memiliki reputasi yang instant. Sang penyelenggara tersebut tidak mengetahui akan hal ini. Yang penting baginya adalah acara harus terlaksana dan semua hadirin merasa bahagia. The show must go on.
Ketika beberapa hari menjelang acara tersebut dimulai, mulailah anak muda ini mengatur siapa saja yang harus berperan dalam acara tersebut. Anak muda ini memberikan porsi penampil lebih banyak kepada teman-teman dekatnya dan memberikan porsi lebih sedikit kepada orang yang "tidak dekat" dengannya. Tentu saja ini terkesan tidak adil, mengingat lembaga pendidikan tersebut adalah lembaga pendidikan yang menjunjung pluralisme, yaitu sebuah paham yang menjunjung tinggi keberagaman, baik suku, agama, dan ras. Namun pada prakteknya, anak muda ini tidak mengutamakan paham tersebut. Beberapa orang yang mengetahui dan menyadari akan hal ini pun mengajukan protes.
Walaupun protes sudah diajukan, namun anak itu tetap saja bergeming, malah ia mempengaruhi beberapa orang yang masih memiliki pertalian "saudara" dengannya untuk memusuhi para pemprotes tersebut. Ia pun mulai mengarang cerita yang seakan-akan memposisikan dirinya terpojok oleh para pemprotes tersebut. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah kebalikan atau negasi dari pernyataanya tersebut. Ialah yang berusaha memojokkan bahkan mengeliminir para pemprotes tersebut satu-per-satu.
Tanpa berpikir panjang, orang-orang yang terpengaruh itupun membelanya mati-matian. Mulai dari pernyataan frontal, hingga "permainan belakang" yang sangat merugikan para pemprotes tersebut. Sesuai dengan keinginan anak muda tersebut, para pemprotes satu-per-satu mulai mengundurkan diri dari acara tersebut. Bahkan, ada salah satu pemprotes yang sampai-sampai meminta maaf karena kesalahan yang tidak dilakukannya.
Walau bagaimanapun, acara tetap berjalan. Penyelenggara acara ini mungkin mengetahui apa yang terjadi, namun tidak bersikap jelas untuk menanggapi apa yang terjadi. Setelah acara itu selesai dengan "sukses" yang tidak sempurna, efek lanjut dari gossip yang disebarkan oleh anak muda itupun berlanjut, bahkan semakin meruncing dari hari ke hari. Para pemprotes seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari beberapa orang yang menjadi teman dekat dari anak muda tersebut. Perlakuan inipun berlaku dalam setiap kegiatan di lembaga tersebut yang diikuti oleh teman-teman dari anak muda tersebut, terlebih lagi yang mayoritas anggotanya adalah teman dekat dari anak muda tersebut. Salah satu contohnya adalah perlakuan yang diterima oleh salah seorang pemprotes tersebut dalam sebuh komunitas tari yang ada di lembaga tersebut. Ada seorang anggota komunitas tersebut (yang juga merupakan teman dari anak muda ini) yang meneriaki salah seorang pemprotes tersebut: "Yang bukan **** (singkatan dari sebuah "organisasi", entah kemasyarakatan atau bukan.) KELUAR!!!" Hal ini pun terus berlanjut, sampai waktu yang tidak tertentukan.
Kalau sudah seperti ini, siapakah yang salah?
Menurut saya, semua anggota dalam komunitas tersebut bersalah, terlebih lagi mereka yang terpengaruh oleh anak muda tersebut. Mengapa mereka tidak meninjau ulang apa yang dikatakan oleh anak muda tersebut? Apakah karena anak muda tersebut satu kaum dengan mereka? Apakah karena mereka diberikan "keuntungan semu" oleh anak muda tersebut? Mungkin saja. Mereka telah menyebabkan seseorang yang menurut saya tidak bersalah, menjadi bersalah, dan menyebabkan seseorang yang harusnya bersalah, menjadi tidak bersalah. Menurut saya, anak muda itu memang memiliki sifat seperti itu, ingin mendominasi dan ingin membuang apa yang dianggapnya menjadi penghalang.
Penyelenggara acara tersebut pun saya rasa ikut bersalah dalam kasus ini. Ia tidak bersikap secara jelas untuk menanggapi permasalahan ini. Seharusnya, ia tidak terlalu mementingkan prinsip the show must go on. Ia juga harus memikirkan dampak sosial apa yang akan terjadi jika hal ini dibiarkan terus terjadi. Mungkin saja penyelenggara acara tersebut juga terpengaruh oleh issue yang sisebarkan anak muda tersebut tanpa melihat fakta yang terjadi di lapangan. Atau bisa jadi, ia tidak memiliki kapabilitas untuk menyatakan sikap karena mungkin, ia masih memiliki ikatan dengan anak muda tersebut.
Solusinya?
Tidak ada solusi yang pasti dan jitu untuk masalah ini, mengingat masalah ini sudah menjadi terlalu kompleks dan rumit. Menurut saya, solusinya adalah mempertemukan pihak pemprotes, anak muda tersebut, para terpengaruh dan moderat, serta penyelenggara acara tersebut dalam sebuah pertemuan besar yang juga disaksikan oleh pihak luar sebagai orang netral. Mediasi seperti ini perlu untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi. Memang, jika terjadi mediasi seperti ini, pihak yang menerima kerugian adalah anak muda tersebut dan mereka yang terpengaruhi. Namun, ini juga diperlukan untuk menyadarkan setiap orang akan pentingnya meninjau suatu isu yang beredar secara sehat dan baik, bukan dengan secara sepihak saja. Jika kita tidak meninjau suatu isu secara baik, atau hanya secara sepihak saja, inilah akibatnya. Banyak yang dirugikan secara moril, bahkan terkadang, materiil.
Sekian dahulu dari saya, kita bertemu dalam tulisan-tulisan selanjutnya.
Chao....
Pada suatu hari di sebuah lembaga pendidikan, ada seorang muda yang ingin sekali berpartisipasi dalam sebuah acara yang diadakan institusi tersebut. Seorang penyelenggara yang menjadi pemimpin acara tersebut mengijinkannya untuk mengambil bagian dalam acara tersebut bersama beberapa rekan lainnya. Namun, ia memiliki sebuah ambisi lebih, mungkin menjadi koordinator ataupun pengatur siapa saja yang harus berpartisipasi dalam event tersebut. Ia sangat ingin memiliki reputasi yang instant. Sang penyelenggara tersebut tidak mengetahui akan hal ini. Yang penting baginya adalah acara harus terlaksana dan semua hadirin merasa bahagia. The show must go on.
Ketika beberapa hari menjelang acara tersebut dimulai, mulailah anak muda ini mengatur siapa saja yang harus berperan dalam acara tersebut. Anak muda ini memberikan porsi penampil lebih banyak kepada teman-teman dekatnya dan memberikan porsi lebih sedikit kepada orang yang "tidak dekat" dengannya. Tentu saja ini terkesan tidak adil, mengingat lembaga pendidikan tersebut adalah lembaga pendidikan yang menjunjung pluralisme, yaitu sebuah paham yang menjunjung tinggi keberagaman, baik suku, agama, dan ras. Namun pada prakteknya, anak muda ini tidak mengutamakan paham tersebut. Beberapa orang yang mengetahui dan menyadari akan hal ini pun mengajukan protes.
Walaupun protes sudah diajukan, namun anak itu tetap saja bergeming, malah ia mempengaruhi beberapa orang yang masih memiliki pertalian "saudara" dengannya untuk memusuhi para pemprotes tersebut. Ia pun mulai mengarang cerita yang seakan-akan memposisikan dirinya terpojok oleh para pemprotes tersebut. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah kebalikan atau negasi dari pernyataanya tersebut. Ialah yang berusaha memojokkan bahkan mengeliminir para pemprotes tersebut satu-per-satu.
Tanpa berpikir panjang, orang-orang yang terpengaruh itupun membelanya mati-matian. Mulai dari pernyataan frontal, hingga "permainan belakang" yang sangat merugikan para pemprotes tersebut. Sesuai dengan keinginan anak muda tersebut, para pemprotes satu-per-satu mulai mengundurkan diri dari acara tersebut. Bahkan, ada salah satu pemprotes yang sampai-sampai meminta maaf karena kesalahan yang tidak dilakukannya.
Walau bagaimanapun, acara tetap berjalan. Penyelenggara acara ini mungkin mengetahui apa yang terjadi, namun tidak bersikap jelas untuk menanggapi apa yang terjadi. Setelah acara itu selesai dengan "sukses" yang tidak sempurna, efek lanjut dari gossip yang disebarkan oleh anak muda itupun berlanjut, bahkan semakin meruncing dari hari ke hari. Para pemprotes seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari beberapa orang yang menjadi teman dekat dari anak muda tersebut. Perlakuan inipun berlaku dalam setiap kegiatan di lembaga tersebut yang diikuti oleh teman-teman dari anak muda tersebut, terlebih lagi yang mayoritas anggotanya adalah teman dekat dari anak muda tersebut. Salah satu contohnya adalah perlakuan yang diterima oleh salah seorang pemprotes tersebut dalam sebuh komunitas tari yang ada di lembaga tersebut. Ada seorang anggota komunitas tersebut (yang juga merupakan teman dari anak muda ini) yang meneriaki salah seorang pemprotes tersebut: "Yang bukan **** (singkatan dari sebuah "organisasi", entah kemasyarakatan atau bukan.) KELUAR!!!" Hal ini pun terus berlanjut, sampai waktu yang tidak tertentukan.
Kalau sudah seperti ini, siapakah yang salah?
Menurut saya, semua anggota dalam komunitas tersebut bersalah, terlebih lagi mereka yang terpengaruh oleh anak muda tersebut. Mengapa mereka tidak meninjau ulang apa yang dikatakan oleh anak muda tersebut? Apakah karena anak muda tersebut satu kaum dengan mereka? Apakah karena mereka diberikan "keuntungan semu" oleh anak muda tersebut? Mungkin saja. Mereka telah menyebabkan seseorang yang menurut saya tidak bersalah, menjadi bersalah, dan menyebabkan seseorang yang harusnya bersalah, menjadi tidak bersalah. Menurut saya, anak muda itu memang memiliki sifat seperti itu, ingin mendominasi dan ingin membuang apa yang dianggapnya menjadi penghalang.
Penyelenggara acara tersebut pun saya rasa ikut bersalah dalam kasus ini. Ia tidak bersikap secara jelas untuk menanggapi permasalahan ini. Seharusnya, ia tidak terlalu mementingkan prinsip the show must go on. Ia juga harus memikirkan dampak sosial apa yang akan terjadi jika hal ini dibiarkan terus terjadi. Mungkin saja penyelenggara acara tersebut juga terpengaruh oleh issue yang sisebarkan anak muda tersebut tanpa melihat fakta yang terjadi di lapangan. Atau bisa jadi, ia tidak memiliki kapabilitas untuk menyatakan sikap karena mungkin, ia masih memiliki ikatan dengan anak muda tersebut.
Solusinya?
Tidak ada solusi yang pasti dan jitu untuk masalah ini, mengingat masalah ini sudah menjadi terlalu kompleks dan rumit. Menurut saya, solusinya adalah mempertemukan pihak pemprotes, anak muda tersebut, para terpengaruh dan moderat, serta penyelenggara acara tersebut dalam sebuah pertemuan besar yang juga disaksikan oleh pihak luar sebagai orang netral. Mediasi seperti ini perlu untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi. Memang, jika terjadi mediasi seperti ini, pihak yang menerima kerugian adalah anak muda tersebut dan mereka yang terpengaruhi. Namun, ini juga diperlukan untuk menyadarkan setiap orang akan pentingnya meninjau suatu isu yang beredar secara sehat dan baik, bukan dengan secara sepihak saja. Jika kita tidak meninjau suatu isu secara baik, atau hanya secara sepihak saja, inilah akibatnya. Banyak yang dirugikan secara moril, bahkan terkadang, materiil.
Sekian dahulu dari saya, kita bertemu dalam tulisan-tulisan selanjutnya.
Chao....
Komentar
Posting Komentar